untuk apa megutuk musibah dengan sumpah serapah.
untuk apa menyesali kejadian yang sudah terjadi.
Harta, Tahta, keluarga , bahkan tempat persinggahan terakhirpun tidak bisa ditolak kedatangannya ...
pagi hari kulirik cincin yang ada dijari kiriku, hanya sekilas. lalu kupalingkan kearah yang lain untuk menghilangkan pikiran negatif yang ada dikepala. "inikan hanya sebuah cincin emas biasa" pikirku dalam hati. namun kejadian delapan bulan yang lalu terekam jelas dalam ingatan. bagaimana mungkin sebuah cincin membawa malapetaka bagi sebuah keluarga, tidak mungkin.
sesampainya dirumah,segera kubuka belanjaan yang baru kubeli untuk disimpan ditempatnya masing - masing, oya... ibuku memiliki sebuah warung yang mana setiap paginya abahku biasa belanja dipasar terdekat dengan menggunakan sepeda motornya, hanya pagi ini yang belanja harian bukan abahku, melainkan,aku, ibu dan kakak - kakaku.
dikamar rumah sakit, ibuku duduk dihadapan ibbi yang terbaring dikasur, sementara pamanku duduk disebelahnya dengan posisi lebih mengarah kepintu kamar rumah sakit yang sedikit terbuka.
****
langit sore menampakan wajahnya dengan jelas. burung berkicauan diudara membuatku semakin menikmati berada dalam boncengan sepeda motor bersama abah.
"ngiiiiiiiik" tiba - tiba motor abahku berhenti mendadak. aku lalu bertanya pada abah, abah hanya menjawabnya, "biasa motor tua, kerjaannya nyusahin aja". aku tertawa mendengar jawaban abah yang menurut selera humorku rendah, itu lucu.
"efek jalan juga kali bah ini mah" celetukku.
"bisa jadi" jawab abah dengan spontannya.
lalu aku dan abah melanjutkan perjalanan seperti biasanya, sepanjang jalan dengan biasanya kami berdua tidak pernah luput dari mengobrol dan bercanda ria, ketika sampai disukarendah (nama kampung), motor yang kami tumpangi mati lagi, ditambah lagi dari arah yang berbeda
dengan kami muncul mobil truk pengangkut sawit, dan mobil karyawan PT sawit, terpaksa aku dan abah menarik motor kepinggir jalan. setelah dua mobil itu lewat, abah menarik lagi motor dari pinggir jalan ketempat semula dan hendak menyalakan motor.
"bah naik jangan" tanyaku meyakinkan. aku bertanya pada abah karena biasanya saat abah ingin menyalakan motor, aku tidak dibolehkan untuk naik terlebih dahulu, katanya sih agar motornya nyala terlebih dahulu dan agar tidak menghambat mesin motor, entah lah aku pun tidak paham.
"naik aja ayo" jawab abahku dengan santainya. saat detik inilah, ketika abah menyalakan motor, tiba - tiba gas blong dan aku beserta abah terbawa oleh motor. kami menabrak rumah orang yang terbuat dari kayu, sehingga orang yang berada didalam rumah tersebut merasakan seperti ada gempa. rumah tersebut posisinya berada dipinggir jalan , yang mana rumahnya itu lebih rendah dari jalan raya, artinya genting rumah tersebut sejajar dengan jalan raya. Abahku beserta motor menabrak tiang dan masuk kehalaman rumah, sedangkan aku sendiri tersangkut diatas genting rumah. orang - orang yang melihat kami berdua menjerit minta tolong, saat itu posisiku sedang tidak berpegangan kepinggang abah, karena tangan kiriku memegang satu pak rapia dan tangan kananku memegang erat hand phoneku.
entah kekuatan dari mana saat itu aku langsung turun dari atas genting dan segera kuangkat tubuh abahku yang sudah berlumuran darah. kulihat wajah abahku yang penuh dengan darah hanya diam membisu, wajah kanan dan kiri abah serta dagunya seperti habis diiris oleh pisau, lukanya menganga karena menabrak reng yang terbuat dari bambu. saat itu datang saudara jauhku yang memang rumahnya dekat dengan kejadian barusan. ia segera membuka baju abahku yang sudah robek dan segera menggantikannya dengan baju suaminya. saat inilah, datang rombongan pengangkut padi disawah lewat. mereka semua segera berhenti, dan segera menelfon kakaku yang ada dirumah. lima menit kemudian datang kakaku dan kaka iparku dengan wajahnya yang cemas.
"ayo kita pulang" kata abahku yang tak sadarkan diri saat aku dan kaka iparku menggiringnya kedalam mobil.
"pulang kemana bah" tanyaku kemudian.
"ya kerumah" jawab abah.
namun aku dan kaka iparku tidak menggubris perkataan abah, kita bertiga segera membawa abah kerumah sakit dengan cepat. sepanjang perjalanan kerumah sakit, terdengan klakson motor yang bersautan satu sama lainnya, yang mana tandanya jalanan tidak bisa diganggu, klakson tersebut berasal dari motor pengangkut padi yang sengaja mengikuti mobil kami dari belakang.
sesampainya dirumah sakit terdekat, abahku hanya dioleskan obat pada lukanya. selebihnya, pihak rumah sakit tidak menyanggupi kondisi abah yang bisa dikatakan parah. mereka menyarankan untuk berangkat kerumah sakit kecamatan tetangga yang lumayan sudah canggih dan lengkap peralatannya.
"kita ini mau kemana" tanya abah ditengah jalan.
"mau ke panimbang bah" jawabku kemudian.
"emang tadi kita parah ya jatuhnya" tanya abah lagi.
"enggak bah" jawabku Asal.
sepanjang perjalanan kerumah sakit kedua, abah selalu menanyakan kejadian yang barusan terjadi. aku hanya bisa menjawabnya dengan bohong agar abah tidak memikirkan terlalu mendalam.
sesampainya dirumah sakit kedua, abah segera mendapatkan perawatan dari dokter yang ada dirumah sakit. dan mereka segera menariku dan membersihkan luka yang ada diwajah kiriku dan mengoleskannya dengan obat. saat itu aku baru sadar bahwa wajahku bengkak akibat benturan yang tidak terasa dan tidak dirasa olehku sendiri. sepuluh menit ditempat itu belum juga ada rombongan keluargaku yang datang termasuk ibuku sendiri. dan aku terpaksa mengurusi administrasi abahku saat aku telah diobati, dan kakaku menemani abahku yang sedang ditangani oleh dokter.
dirumah, ibuku syok karena yang datang kerumah hanya belanjaan dan baju abahku yang sobek dan banyak darah.
"mana orangnya" tanya ibu panik.
"kenapa ini?"
beberapa menit kemudian ibupun datang kerumah sakit. ia segera masuk keruangan dimana abah berada tanpa permisi terlebih dahulu. aku yang melihat ibu datang tiba - tiba segera menarik ibu untuk tetap diluar.
"ibu diluar aja bu, gak akan kuat" ucapku meyakinkan ibu. bagaimana ibu bisa kuat ketika melihat abah yang tidak pernah berhenti membaca semua hafalannya saat sedang dijait wajah kiri, kanan dan dagunya. akupun kuat bukan karena benar - benar kuat, karena keterpaksaan menggantikan kakaku yang takut akan darah. kulihat wajah abah yang menahan rasa sakitnya, ia tidak hanya membaca hafalannya saja, tapi membaca tahmid, takbir, istighfar, solawat, tahlil, dan sejenisnya.
"ya Allah....." rintih abah. kutanyakan pada dokter apakah disuntik kebal atau tidak. dokter jawab ia, tapi sama saja tidak mempengaruhi rasa sakitnya, karena yang dijait itu kulit wajah yang sensitif sifatnya. kugenggam tangan abah yang mencari pegangan untuk menahan rasa sakitnya. tidak lama kemudian, pamanku datang. segera ia menyuruhku keluar ruangan dan menggantikan posisiku untuk menjaga abah.
Adzan maghrib berkumandang, segera kuambil wudhu dan menunanikan sholat maghrib dimushola rumah sakit. saat sujud, sengaja kulamakan sujudnya, ketika detik itu air mataku mengalir tanpa bisa berhenti. aku baru bisa menangis dengan puasnya saat solat dan saat berdo'a. setelah sholat, aku kembali keruangan abah. ditengah lorong rumah sakit, kulihat sekelilingnya. disitu aku teringat cerita saudara - saudaraku saat menunggu keponakanku sakit, banyak kejadian aneh terjadi. segera aku melangkahkan kakiku untuk mencari jalan yang lain tanpa harus melewati lorong panjang rumah sakit.
"bisa dibawa pulang ya dok malam ini juga" tanya kakaku pada dokter. aku tau kenapa kakaku enggan untuk menginap dirumah sakit. dia trauma dengan keangkeran rumah sakit yang banyak macam dan kejadiannya.
"kita lihat hasil ronsenan dulu ya" kata dokter pada kakaku. kakakupun mengiyakannya. lalu aku pergi ke lobi rumah sakit, kulihat disana terdapat adik adik abahku yang berbisik - bisik satu sama lainnya.
"gimana bisa dibawa pulang malam ini apa mesti nginap" tanya salah satu adik abah. kujawab dengan asal "kurang tau".
jam sepuluh malam akhirnya abah bisa dibawa pulang. ditengah jalan, mobil kakaku seperti biasanya mogok tiba -tiba. tetanggaku yang turut hadir menjenguk abahku sejak sore terpaksa harus mendorong mobil biru kakaku. hanya sekitar tiga puluh menit akhirnya kami sampai dirumah, karena yang membawa mobil bukan kakaku melainkan sepupuku yang lebih ahli dalam dunia mengendarai mobil.
sesampainya dirumah, rumahku sudah banyak tetangga yang datang. maklum, orang desa ketika salah satu ada yang terkena musibah semuanya pasti seperti merasakan musibahnya itu. apalagi abahku yang sejak lulus dari pondok pesantren menjadi guru ngaji dikampungku, sudah lebih dari 40 tahun. itu berarti hampir semua warga kampungku pernah belajar ngaji pada abahku.
"awal mulanya gimana ?" kepala desa bertanya padaku. kujelaskan kronologinya dari awal hingga sampainya aku kerumah pada semua orang yang hadir dirumahku. semuanya terheran heran seperti tidak mungkin kecelakaan itu menimpa abahku.
"biasanya juga kan tiap pagi bawa motor abah ini, naas ya" ucap salah satu tetangga yang hadir dirumahku. aku hanya mengangguk - ngangguk mendengarkan komentar mereka, biarlah mereka berkomentar, dan harus diketahui bahwa komentar mereka itu tidak akan merubah kejadian yang telah kurasakan sebelumnya.
****
sepinya malam ini seperti sepinya perasaanku saat ini,saat aku mencoba mengingat kejadian pada bulan juli 2018 yang lalu. musibah itu nyata, nyata didepan mataku sendiri. nyata pada laki - laki pertama yang menjadi kekasihku yang diberikan tuhan untuku. Abah..., mungkin saat ini banyak orang - orang yang melihatnya tertawa karena sikapnya yang kadang kekanakan, kadang lupa dengan siapapun, dan lupa dengan semuanya.tapi bagiku itu tidak lucu sedikitpun, dan aku benci itu semua, benci pada orang - orang yang merendahkan abahku.
Abah, laki - laki yang selalu ada kapanpun. ada saat aku belajar pertama kalinya Al - Qur'an saat kecil dulu, ada saat aku belajar ceramah pada waktu madrasah, ada saat aku menangis karena diantarkan kepesantren, ada saat aku tidak bisa naik angkot dan muntah karena belum terbiasa, ada saat pulang SD rokku dan celanaku basah karena ompol, dan ada saat aku memilih berhenti kuliah.
Abah, kebiasaannya yang selalu kuingat, selalu menggendongku sebelum berangkat ngajar, bahagia saat aku pulang dari pesantren dan sakit saat aku hendak berangkat kepesantren.
Abah, saat ini aku mengharapkan kesembuhannya, betapa banyaknya ilmu yang belum aku dapatkan darinya, masih banyak kisah - kisah abah pada saat muda dulu yang belum kuketahui dan aku berharap, aku mampu menuliskan kisah tentang abah suatu hari nanti. kisah masa kecil abah yang terganggu dengan penjajahan, masa remaja ditinggalkan oleh bapaknya dan harus mengurusi delapan adik, serta ibunya yang memilih bersuami lagi, masa pendidikan abah yang dihabiskan dipesantren sejak sekolah dasar dengan berbekalan seadanya dan satu - satunya orang yang petama kali menempuh pendidikan dikampungnya, masa dewasa abah yang memilih cerai saat sebulan setelah menikah dengan perempuan ternama dan terpintar yang ada di Almamaternya dan memilih menikah lagi dengan tetangga sendiri dan perempuan yang jauh umurnya dibawah abah.
saat ini, aku duduk didepan laptopku dengan diiringi musik - musik pop yang menggema, dan kasur yang belum sempat kubereskan karena malas, serta ditemani dengan tisu yang basah karena air mata. bagaimana tidak, aku harus mengingat kembali kejadian yang memilukan, kejadian yang membuat ibuku melarang dengan tegasnya agar aku tidak pernah mengendarai motor sendiri sampai sekarang. bukan hanya itu yang membuatku menangis, melainkan sikap abah yang selalu menangis ketika namaku didengar oleh telinganya, dan keinginan abah saat sadar ingatannya untuk menjenguku dengan paksa.
musibah memang datang pada siapapun dan kapanpun. hidup tidak selalu diatas dan tidak selalu berdasarkan perkiraan nalar semata. namun, hati tidak pernah bohong. kadang manusia selalu menyalahkan keadaan. seperti nenekku, jika bertemu dengannku selalu terucap dari mulutnya, "roha sih ngajak kedokter gigi sore - sore lagi, coba kalau diem dirumah, mungkin selamat". atau komentar adik - adik abahku yang menyalahkan ibuku, "motornyasih gak diganti - ganti, coba aja ganti motor, mungkin selamat dan gak perlu ngeluarin uang banyak untuk berobat".
hmmm.....
komentar itu semua bagiku adalah tamparan. tamparan untuk tindakanku yang tiba - tiba keluar dari bangku kuliah, yang mana itu semua membuat abahku selalu memikirkannya, memikirkan masa depanku yang masih menjadi beban untuknya. karena hanya aku yang masih belum bisa berdiri untuk hidup mandiri seperti kaka - kakaku pada umumnya.
kulirik cincin emas ditangan kiriku, " kamu adalah saksi atas peristiwa yang menimpa keluargaku", cincin ini ada beberapa jam sebelum keponakanku jatuh sakit, saat aku pergi kedokter gigi, dan saat motor yang kunaiki bersama abahku.......
cincin ini, bagiku bukan sebuah malapetaka bagi diriku, terlebih bagi keluargaku. namun, cincin ini menjadi sejarah hidupku. bahwa aku pernah merasakan kejadian yang tidak akan pernah kulupakan seumur hidupku.
terima kasih Allah, mungkin dengan kejadian ini hikmahnya adalah agar aku mensyukuri nikmat sekecil apapun dan tidak pernah mencela kekurangan apapun itu yang ada disekitarku.
terimakasih siapapun kamu yang telah membaca kisahku ini.....
terima kasih, tunggu kisah - kisahku selanjutnya....
see you next time.
Kereeen....
BalasHapusLanjutkan .....