Minggu, 26 Januari 2020

Cerita Anak Kampung


Hari ini jam 07 - 00 pagi hari, ustadz tidak biasanya mempersilahkan santriwati pulang lebih cepat, karena biasanya tidak demikian. kegiatan liburan kuliah ini di isi dengan Dauroh menghafal Qur’an full sebulan, dari mulai subuh hingga jam 09 – 00 pagi di isi dengan setoran ziadah, setelah itu istirahat untuk mandi, makan pagi, piket, dan sebagainya sampai jam 11 – 00. Jam 11 – 00 hingga jam 13 – 00 di isi dengan tilawah Al – Qur’an, setelah itu istirahat hingga Ashar. Ba’da Ashar kegiatan kami yaitu memurajaah hafalan yang di punya hingga jam setengah enam sore. Solat maghrib & Isya berjamaah di masjid, setelah isya lanjut untuk setoran ziadah hingga jam 22 – 00.
“katanya sih kumpulan sama gubernur gitu”.
 “Ngapain kita rapat sama gubernur?”.
“Kita kan santri, kamu gak tau santri itu sangat berperan penting dalam kemerdekaan indonesia, santri gak bisa diremehkan gitu dong”.
“Selow aja sih gak usah nyolot”.
 “Lagian, hidup di pesantren trus dari kecil, kaya anti banget denger nama santri naik drajatnya, huuuuh”.
Percakapan pagi ini tidak karuan, antara menebak- nebak perintah ustadz yang harus sudah siap jam 07- 00 pagi hari di depan gerbang Citra Land dan percakapan tentang kehaluan santri yang kadang merajalela.
“mungkin kita di ajak refresing dulu kali ya, heheehehehe”. Ungkap salah satu dari santriwati yang sedang berjalan ke arah bis.


Di dalam bis, jumlah santriwati sudah banyak yang duduk di kursi bis, aku dan teman- teman pondok enam sampai bingung harus duduk dimana. Tanpa ba bi bu, akhirnya kami bersepuluh berdiri dari awal perjalanan hingga tujuan yang akan dituju.
“ke KP3B doang kok guys gak perlu panik takut pingsan”, ucapku ke arah teman- teman yang sama berdiri sepertiku. Karena kami yang biasa terlatih julid satu sama lainnya mereka membalas perkataanku dengan santainya, “siapa sih yang suka pingsan di kRL atau Busway kalau berdiri sepanjang perjalanan, sory sory ya kagak pernah”.
Perjalanan citra land puri indah serang – KP3B (Kawasan Pusat Pemerintah Provinsi banten) berjalan lancar, tidak seperti biasanya macet totaaaal, dan macet tersebut biasa aku lalui setiap hari jika hendak pergi ke kampus. Kebetulan tempat kuliahku searah dengan KP3B tersebut.
“lihat geh lihat kampus siapa woy itu yang gersangnya parah banget”, tiba- tiba muncul suara tersebut dari arah belakangku. “huuuh, sabar ya Allah sabar”, kataku sambil mengelus hati seraya tertawa. Kampus tarbiyah UIN Banten, kampus baru yang terletak di palima, katanya sih tahun 2020 akan dipindahkan semua Mahasiswa UIN Banten ke lahan yang masih gersang tersebut. tapi nyatanya, bangunan pun dari hari ke hari tidak pernah bertambah satu pun, hehehe.


 Setelah turun dari bis, kulihat banyak sekali santri dari berbagai daerah, santri tersebut khusus sengaja di undang ke gedung ini, gedung Gubernur banten. Satu persatu kami berjalan masuk ke dalam gedung tersebut, kulihat tulisan besar di depan mata “Rapat forum Silaturahmi santri 2020”, sepenting inikah santri Baiturohim di undang pagi ini.
“eh lihat geh sebelah kanan, ada Gubernur wey”.
“Mana? Mana? Mana wooy?”
“ituuuuu looooh”
Pak wahidin Halim, beliau maju ke depan dan memberikan sambutan sekaligus laporan tentang pembangunan kawasan di seluruh provinsi yang ada di Banten, beliau mengatakan bahwa apabila ada pembangunan atau jalan yang masih tidak layak di pakai untuk segera melapotkannya langsung ke beliau. Saat itu juga salah satu teman pondokku memberikan pesan chat melalui what app, “teh, lapor sana, jalan Kacapi masih jelek kan, lumayan loh nanti kondangan ke teteh udah bagus jalanannya”. Aku hanya membalasnya “gak ada photo nya weey gimana, coba aja ada photo sebagai buktinya”.
Jalanan di desaku bisa dikatakan memang sangat rusak, sejak dulu sampai sekarang belum pernah di aspal seperti jalanan yang biasa aku lalui di berbagai daerah di indonesia. Bahkan, kemarin saat aku Trip ke peloksoknya lebak, jalanan desaku masih kalah saingnya, jauuuh kalahnya.
“kalian belum pernah kan sekolah nyeker plus ngadepin lumpur selutut anak SD” kataku memulai percakapan saat acara pembukaan rapat selesai. Semua temanku hanya mendengarkan perkataanku, perkataan yang tidak dibuat- buat, ini real pernah aku rasakan saat kecil dulu. Pergi ke sekolah sekitar 2 kilometer dari rumah, dulu belum ada sekolah yang dekat dengan rumahku, jadi terpaksa setiap pagi harus berjalan kaki dengan jarak yang lumayan jauh. Setiap musim penghujan, aku biasa membawa sepatuku di dalam tas, sedangkan kakiku dibiarkan telanjang kaki tanpa alas apapun, resikonya hanya ada dua, jika jalanan penuh lumpur kaki akan kotor, lebih parah lagi jika jalanan penuh dengan bebatuan dan tanah licin, kaki bukan hanya kotor saja tapi bisa luka jika belum biasa berjalan di kondisi tersebut, untungnya kakiku sepertinya sudah kebal dengan kondisi yang seperti itu.
“trus pakai sepatunya dimana?” tanya salah satu teman yang ada di sampingku.
“yaaa pas udah datang ke sekolah atuh” jawabku dengan tanpa sadar logat sundaku keluar.
“maksudnya?” tanya vani tidak faham.
“O iya ya, jadi gini, kan setiap penghujan sepatu aku kan di masukan ke dalam tas, saat datang ke sekolah ya kita cuci kaki di pinggiran sekolah, kebetulan di pinggiran sekolahku ada kubangan air yang lumayan besar, disitulah kita cuci kaki plus pakai sepatu masing- masing” jelasku pada mereka.

Menjadi anak yang dilahirkan di kampung memang memiliki cerita unik tersendiri, berangkat dan pulang ke sekolah sudah terbiasa dengan jalan kaki yang bukan hanya jarak saja yang jauh, melainkan akses menuju ke sekolah pun bisa dibilang sulit pada masa itu. Kadang kala aku dan teman- teman se kelas yang berasal dari kampungku mengendarai sepeda motor ditumpuk ber lima dengan yang mengendarainya, hari ini pulang sekolah dijemput oleh Abahku, esok hari dijemput oleh Ayahnya Ica Purnama sari, lusa dijemput oleh Ayahnya sarinah, dan esoknya lagi dijemput oleh ayahnya Hamdah. Gitu dan gitu setiap harinya. Kalau tidak ada yang menjemput dari orang tua kami beempat, ya jalan kaki bareng, walau jalan kaki saat pulang ke rumah menyebabkan lebih lambat untuk sampainya, karena dijalanan kami asik bermain, mengobrol, dan drama- dramaan ala sinetron tahun 2000 an.
“mang ikut mang”
“mang stop mang”
“satu dua tiga”
Semua siswa –siswi berjejer rapi di tengah jalan saat ada mobil truk pengangkut kayu yang hendak melintas ke kampung halamanku, supir truk itu pun sudah hafal apa yang ia harus lakukan, berhenti lalu turun dan membukakan penutup belakang truk.
“pulang marilah pulang, pulang bersama- sama, mari pulang marilah pulang marilah pulang bersama- sama”.
Dan Itulah salah satu kebiasan yang dilakukan kami anak kampung saat pulang sekolah dan kebetulan musim penebangan kayu sedang gencar- gencarnya dilakukan, itu dia memberhentikan truk yang hendak ke kebun kayu tersebut. Satu truk bisa penuh diisi oleh anak – anak sekolah dasar, mulai dari kelas satu sampai dengan kelas enam. 
“gile sih ekstim juga ya si oha” suara bela tiba- tiba merespon curhatan panjangku tentang hidup yang dibesarkan dikampung yang sampai sekarang bisa dibilang masih ketinggalan jaman. Bagaimana tidak ketinggalan jaman, listrik saja di kampungku baru ada saat aku kelas empat sekolah dasar, kalau masalah jalan? Masih sama seperti dulu, hanya saja tidak lebih parah dari jaman saat aku sekolah dasar. Dulu berlumpur, terjal, dan susah untuk sekedar melintas pun. sekarang lebih mending, walau pun masih berbatu, dan masih ada kubangan di tengah jalan di beberapa titik jalan raya.
“Kok bisa sih masih jelek, emang pemerintahan setempatnya  kagak ada?” tanya gina tiba- tiba.
“Ya ada lah masa kagak ada” jawabku santai.
“Kok masih jelek aja sih, ini kan 2020” ucap tama sembari memegang botol minumnya. 
“iya juga ya kalau dipikir- pikir mah” jawabku pelan.
Perkataan tama barusan menyadarkanku tentang laporan Gubernur banten, bapak Wahidin Halim yang menampilkan beberapa slide tentang pembangunan dan juga beberapa akses jalan raya di provinsi Banten, dalam slide tersebut tergambar beberapa jalan raya yang dulunya tidak layak menjadi bagus dan rapi, begitu pun dengan bangunan, seperti rumah sakit, sekolahan, masjid semuanya terlihat jelas oleh mataku sendiri. disana dijelaskan yang dibangun itu di titik daerah yang ada di Serang, Anyer, Lebak, Tanggerang, dan Pandeglang.
“Trus kenapa akses jalan raya di desaku masih begitu- begitu aja ya” tanyaku pada diri sendiri.
“Apa mungkin menunggu antrian dengan desa lain yang ada di kecamatan, atau .....” tanyaku dalam hati seraya terus menikmati pemandangan pulang dari arah KP3B menuju pesantren Al- Qur’an Baiturohim, serang Banten.

Semoga kita semua Amanah dalam menjalankan tugas mulianya masing- masing, pelajar bertanggung jawab dalam proses belajarnya, guru bertanggung jawab dalam mencerdaskan anak bangsa dan etika maupun moralnya, petani bertanggung jawab dengan lahan tanaman yang diberikan tuhan padanya, dokter bertanggung jawab atas pasien yang membutuhkan kesembuhan, dan pemerintah bertanggung jawab atas tugasnya sebagai pelayan rakyat. 
Terima kasih semua.
See you next time.... 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tidak Sekedar Cerita

1 Muharam

 Apa yang kamu ketahui tentang 1 Muharam. Tahun baru Islam? Atau apa ? Makna 1 Muharam bagi semua umat Islam merupakan Tahun Baru Islam atau...