Malam yang pekat, sepekat hati yang tidak karuan dengan suasana yang ada. Ingin pulang ke kampung halaman kadang tidak melihat kondisi yang tertera.
"Ngapain Pulang" pertanyaan itu membuatku kesal dengan ibu dibalik pesan suara. Aku pun menyudahi percakapan dengannya dan segera menarik selimut kembali yang dari malam sudah kupakai untuk menyelimuti dinginnya udara.
"Ya sudah lah aku tidak akan pulang kerumah" kata hatiku seraya menahan sesaknya dada.
Pulang kerumah, biasa kulakukan enam bulan sekali semenjak aku duduk di kelas 1 SMP. Jauh dari orang tua sudah biasa kuhadapi semenjak aku masuk ke Pesantren. Ingin pulang, tapi liburannya hanya beberapa hari saja, atau saat ingin pulang, jarak pesantren dan rumah yang sangat jauh, sehingga aku tidak bisa pulang jika hanya seminggu liburannya.
"Lah sekarang, libur Satu bulan lebih ditambah lagi perantauanku dengan rumah tidak sejauh dulu saat aku duduk di bangku SMA" pikirku dalam hati sembari mengusap air mata yang tidak sengaja menetes dari kelopak mata.
"Ibu memang tidak pernah mau aku bahagia" getarku dalam hati. Kutatap dalam- dalam kaca jendela yang mengarah pada jalan raya. Suara mobil menderung dibalik tembok tidak membuatku harus berhenti meratapi kekesalanku pada ibu.
"Harus apa aku sekarang,? Teman Lamaku sibuk kkn, teman baru entah sibuk apa mereka, aku tidak bisa duduk diam di dalam pesantren" gerutuku dalam hati. Kuhapus air mata dan kucoba untuk terlihat baik- baik saja saat datang tetangga asrama.
"Ia nanti aku berangkat ke masjid" kataku tersenyum padanya. Senyum paksa, semoga dia tidak menyadari kekacauanku hari ini.
"Di masjid akan ada ka Angga" ungkap salah satu seniorku saat lewat di depanku yang sedang mengunyah jambu. "Huh, apa spesialnya kak Angga" gerutuku setelah melihat orang- orang berangkat ke masjid dengan segera.
"Iya nanti ke masjid" ucapku saat semua orang mengajakku pergi ke masjid yang kedua kalinya.
Segera kuambil gamis Pink Fanta dan Himar Pink muda, "nasib gini amat ya" keluhku.
"Kapan aku bebas dari pesantren ya Allah" lirihku saat sedang mengaca. Kuingat dengan jelas, bayang- bayang semua temanku yang mudah kemanapun perginya. Travelling, muncak, reuni pesantren, kongkow- kongkow dengan teman sejolinya, atau pun ikut demo dengan aktifis kampusnya. "Lah aku, di pesantren, dan dipesantren lagi", kapan majunya, batinku semakin memuncak.
Kulangkahkan kaki untuk menuju mushola pesantren. "Paling gitu- gitu aja Motivasinya", kataku pada diri sendiri saat hendak membuka pintu mushola.
Kreeeeeek....
Semuanya melihat ke arahku. Segera kuambil posisi untuk duduk dibarisan belakang. "Kok aku ragu ya untuk pulang", kata hati kecilku setelah melihat semangat santri- santri yang ada, mereka santri lama dan ada juga sebagian santri baru sepertiku, namun dari mereka semua hanya kukenal sekilas, tidak lebih dari itu. Saat bertemu dijalan, di masjid, di mushola, di warung atau pun di kampus, aku dan mereka hanya menyapa sewajarnya, setelah itu sibuk dengan aktifitas masing- masing.
"Jadi males pulang ih, mending ngaji aja di sini", bisik hati kecilku. Kuperhatikan apa pun yang ka Angga ucapkan, sehingga aku terbius dengan kata- kata ka Angga yang kudengar dengan kedua telingaku.
"Jangan pernah Suudzon dengan skenario Allah", tiba- tiba kalimat tersebut kudengar kembali, kalimat itu seperti tamparan besar untukku.
"Apa kaitannya", tanyaku dalam hati. Kuperhatukan satu persatu kalimat yang ka Angga ucapkan untuk kuserap di dalam memoriku, saat itu pun pikiranku berubah 180°, dari pertamanya ingin pulang, menjadi ingin menetap di Pesantren, walau pun kampus sedang libur panjang. "Pulang gak ya besok", tanyaku pada diri sendiri.
Ka Angga merupakan Motivator PPA for Teen (Kalau tidak salah sih gitu, hehee maafkan), yang pasti ka Angga itu sudah terkenal di seluruh pelosok indonesia. Dari sabang hingga merauke, yang pernah mengenal PPA sudah pasti tau siapa ka Angga itu, salam takjub kak.
Malam ini Allah Mengantarkan Ka Angga ke pesantrenku untuk memberikan wejangan semangat seluruh santri yang ada. bahkan, ada juga tetangga Pesantren ( Anak Komplek) yang ikut hadir di dalam majlis. Ka Angga berkata, " Manusia terkadang sangat membenci dengan sesuatu yang menghalanginya untuk mencapai suatu tujuan atau keinginannya itu. Bahkan, sampai ada yang beranggapan, "Allah tidak adil, kenapa harus begini, kenapa harus begitu, kenapa tidak begini, dan kenapa tidak begitu", itulah manusia.
Malam pun semakin larut, setelah aku mendengar penuturan dari ka Angga, aku berpikir, " lalu apa hikmah dibalik satir yang menghalangiku dan rumah", tanyaku pada diri sendiri.
"Mungkin Inilah jawabannya, kamu bisa bertemu dengan ka Angga ha", jawabku pada diri sendiri.
"Lalu apa lagi selain itu ha?", tanyaku lagi pada diri sendiri sembari menyelidiki rahasia hidup yang terkadang membuatku harus kesal dengan keadaan yang tidak kuharapkan, namun hadir di hidupku.
"Kamu bisa merasakan betapa Hebatnya menjadi santri, betapa berharganya menjadi pelajar Ilmu Akhirat, dan betapa gentarnya kamu setelah melihat semangat santri- santri yang ada di dalam majlis Kala itu",Jawabku kembali pada sendiri.
Merenung sendiri memang seperti berbicara sendiri, dan menjawab pun sendiri. Itu aku, entahlah orang lain, sama atau tidak dengan caraku merenung dan memikirkan sesuatu yang berhubungan dengan kejadian unik di kehidupanku sekarang, masa lalu, atau pun masa depan.
Setelah aku pulang dari majlis, waktu menunjukan ke angka 22.00 WIB. Aku segera masuk ke dalam kamar pesantrenku dan segera mengambil Hand Phone yang ada di tumpukan Novel- novel milik temanku. "Enakan disini sepertinya, khusu ngafal, dan juga belajar kitab. Kapan lagi aku bisa setoran pagi dan sore hari, kalau sedang tidak kuliah", gumamku dalam hati.
Malam itu aku gelisah, kulihat layar Hand Phone, ada pesan masuk dari kampung halaman. Segera kubuka dan tertera didalamnya:
"Teh mun hayang uih, uih bae. Terus berangkatna ulang beurang, isuk isuk, bisi ka sorean. Ceuk ibu geh itung itung jaga abah", kututup kembali layar Hand Phone setelah membaca pesan singkat tersebut.
"Jadi bingung, pulang atau ngafal".
"Lihat entar aja lah besok pagi".
****
Ke esokan paginya
"Ha disuruh ke Rumah Ustadz sama pamanmu tuh".
"Gak salah dengar apa ya", jawabku seraya membenarkan kasur lepek yang telah kugunakan tadi malam.
"Gak bercanda kan kamu say", tanyaku menyakinkan erna.
"Serius, tadi nyariin kamu di masjid", ungkapnya.
"Kamu kan mau pulang, siapa tau ngajak bareng pulangnya ha", ucap Nenden kepadaku.
"Gak mungkin", suaraku terdengar hingga lantai dua pesantren saking kerasnya.
Kuseret sendal Swallow merah yang sudah satu tahun menemaniku di pesantren ini.
"Mending ngafal, eh tapi gak apa- apa kalau mau jagain abahmah pulang juga", suara Paman melegakan gugupku saat ditanya oleh ustadz.
"Bener gak sih Aku dipanggil ke rumah Ustadz" tanyaku dalam hati. Kulihat Reaksi Paman tidak menandakan bahwa aku di panggil olenya. Tanpa waktu lama, Segera kucoba untuk pamit diri. Namun, saat aku hendak beranjak,"ikut dulu yuk ke rumah sebentar, ada titipan dari Wali murid TPA".
****
"Gak mungkin Hikmah dibalik aku terlambat pulang ke rumah hanya ini", gumamku seraya melihat pada dua buah tas yang telah kuterima dari paman, "lalu apa ya?".
Di perjalanan Taman Permata Safira - Citra Land Puri Serang, lalu Berlanjut perjalanan Serang - Pandeglang, kulupakan pencarian Hikmah dibalik keterlambatan aku untuk pulang ke rumah. Ka Angga berkata, jangan pernah mencela dengan sesuatu yang menghalangimu untuk mencapai mimpi- mimpi atau angan- angan yang kamu ciptakan, karena kamu tidak pernah tau, rahasia apa yang Allah akan berikan dibalik hambatan dan rintangan itu semua, kamu tidak akan pernah tau balasan yang akan Allah berikan siapa tau lebih besar dan lebih berharga dari semua yang kamu punya.
"Naik PS Serang - Panimbang, minta jemput di Panimbang, nyampe deh", gumamku berkali- kali saat di dalam angkot tujuan Ciracas - Pakupatan.
Pulang ke rumah, satu momen yang sangat kutunggu- tunggu sedari SMP, Aliyah, Ciputat, dan juga sekarang, Serang. "Kapan aku berhenti untuk pulang ke rumah", rasanya tidak akan pernah berhenti untuk pulang ke kampung halaman, dimana disana terdapat istana tempat aku dilahirkan, tempat hadirnya dua sosok malaikat hebat yang Allah hadirkan untuk melengkapi kisah kehidupan seorang Aku, dan tempat segala di atas segala.
Rumah, ya rumah. Dua minggu aku di rumah setelah menyelesaikan UAS Semeser ganjil Ba'da Idul Fitri. Dua minggu seperti dua hari, perputaran waktu sangat cepat berlalu sehingga tidak terasa waktu liburan pun selesai.
Bukan karena waktu liburannya selesai, karena sesungguhnya liburan panjang kuliah masih terdapat dua bulan lamanya. Namun, satu pesan di What appku yang mengharuskan aku kembali ke tempat dimana aku menuntut ilmu sekarang.
"Diwajibkan kepada seluruh santri yang masih di rumah untuk segera kembali ke pondok karena KBM telah berlangsung", kututup pesan dari grup What App setelah kuperhatikan pesan tersebut dengan jelas, "niat, niat, ke pondok, ke pondok", gumamku dalam hati untuk mencoba menenangkan diri.
Saat itu, ada juga beberapa pesan masuk khusus dari teman Pondokku yang masih di rumah. " teh dapat pesan khusus gak dari pengasuhan?" tanyanya di balik pesan What App. "Enggak, kenapa emang?", tanyaku balik bertanya. Mereka hanya menjawab, "gak apa apa".
Keesokan harinya, segera kukemas barang- barang yang hendak kubawa ke pondok agar terlihat rapih. Kali ini aku tidak membawa perlengkapan mandi dan juga snack untuk perbekalan di pondok. "Yang penting datang lah ke pondok", pikirku saat tahu bahwa kebanyakan teman sekamar denganku mendapatkan SP dari pembinaan.
"Lalu kenapa aku gak kena juga", tanyaku pada diri sendir.
"Kapasitas kemalasan dan kerajinan di pondok semuanya sama, pondok 6".
"Saat satu kabur, semuanya kabur, Pondok 6"
"Kenapa ya?"
"Kenapa ya? Aneh "
Sepanjang perjalanan Sobang - Serang, pikiranku hanya tertuju pada masalah yang ada di Pondok. Rata- rata teman se kamarku mendapatkan surat cinta dari pembinanan kenapa aku enggak.
"Mungkin karena aku datang ke pondok setelah lebaran, walau hanya seminggu", gumamku menyakinkan diri sendiri.
"Tapi yang lainnya juga sama datang setelah lebaran, dan pulang kembali setelah seminggu di Pondok", ungkap hati kecilku.
"Lalu karena apa ya?" Tanyaku sekali lagi dalam hati.
Hari berganti dihari, setelah mendapatkan sebulan di Pondok ba'da perpulangan kemaren aku baru sadar. "Mungkin ini Hikmah dibalik aku terlambat pulang ke rumah dibandingkan teman- temanku yang lainnya". Harus bertemu ka Angga terlebih dahulu untuk menguatkan pikiran yang sedang kacau, bertemu dengan Paman di Rumah Ustadz untuk menyakinkan bahwa aku pulang ke rumah bukan untuk hura- hura dan liburan saja. Dan juga pelajaran dari Allah bahwa aku harus sabar, tidak mudah putus asa dan juga harus kuat banting dengan keadaan yang terkadang aku enggan di dalamnya, Pesantren.
Thank's For you All......
Foto : Santriwati Pondok 6 - 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar