Senin, 26 September 2022

1 Muharam

 Apa yang kamu ketahui tentang 1 Muharam. Tahun baru Islam? Atau apa ?


Makna 1 Muharam bagi semua umat Islam merupakan Tahun Baru Islam atau Tahun Baru Hijriah . Tahun Baru Islam adalah salah satu hari besar bagi umat muslim di seluruh dunia sekaligus menjadi hari penting dalam sejarah Islam.


Bagiku, hari itu pun merupakan menjadi momentum yang sangat penting dan tidak pernah kulupakan selama-lamanya. Momen dimana, rasanya ujian hidup itu hanya akulah yang merasakannya. 


"Patah hati terbesar seorang anak perempuan itu ialah ketika kematian ayahnya" 


Awal aku mendengar kata-kata itu rasanya ada yang kurang pas. "Toh aku gak merasa hal itu benar, padahal dalam kenyataannya sadar atau tidak, aku sungguh merasakan dampak kehilangannya". 


Saat malam 1 Muharam. Tepatnya di RS Adjidarmo Rangkas Bitung, kulihat banyak warga yang merayakan malam 1 Muharam. Riuh gemuruh semuanya merasakan kesenangannya masing-masing. Tapi tidak dengan aku dan keluargaku. Kami hanya melihat semua warga Rangkas Bitung dari jendela rumah sakit. Perasaan keluargaku penuh dengan cemas dan masih ada harapan tentangnya. Tapi lain halnya denganku sendiri. Perasaanku saat itu tidak karuan, aku bingung dengan perasaanku sendiri, tidak ada sedih, cemas, atau lainnya. Aku sebagai anak bungsu hanya mengerjakan apa yang harus aku kerjakan. Menjaga Abah (saat malam itu), membangunkan kaka-kakaku ketika mereka ketiduran, dan membelikan makanan untuk tetangga jika ada yang datang menjenguk kerumah sakit. Bisa dibilang, pada malam hari itu hatiku benar-benar kosong. 


Begitu pun dengan keesokan harinya. Saat aku melihat seluruh peralatan rumah sakit mulai di lepas satu persatu dari tubuh abah, aku hanya diam membisu. "Talqinin" hanya kata itu yang kudengar dari seorang dokter. 


"Yasin walqur'anil hakim".....


Badanku saat itu seperti seorang robot. Saat kain sudah menutupi seluruh tubuh abah, dan badanku tiba-tiba duduk serta membaca surat Yasin berkali-kali dihadapannya. Namun, perasaanku kosong.  


Dan ketika jenazah Abah mulai dimasukkan ke dalam mobil ambulans. Aku pun saat itu tidak ikut dengan ambulans tersebut karena harus menemani kakaku di mobil pribadinya. Sepanjang perjalanan Rangkas Bitung - Sobang, tidak ada rasa sedih atau pun lainnya. Aku malah asik dengan membalas chat yang masuk ke dalam smartphoneku. 


"Ayo ikut sini" itu ajakan bibiku yang bungsu saat sampainya aku dirumah. Jika tidak diajak olehnya, jujur aku bingung harus bertindak bagaimana. Jika nangis, nangis karena apa? 


Mulai dari membersihkannya, memandikannya, mengkafaninya dan membersihkan peralatan bekas di rumah sakit atau pun saat pengurusan jenazah, Alhamdulillah aku turut hadir di garis terdepan. Jujur, disitulah aku merasakan bahwa ilmu fiqih tentang jenazah yang selama aku pelajari di SMA, UIN Jakarta, dan UIN Banten tidak ada apa-apanya dengan kenyataan praktek saat di depan mata. 

 

                                 ******* 

(Tentang perasaan hati seorang anak perempuan)


Perasaan sedihku muncul saat tanah satu persatu menutupi tubuh abah. Disitulah aku runtuh. Rasa sedih, cemas, hancur bercampur menjadi satu. Tapi tangis itu masih kutahan, tidak sepenuhnya ku hempaskan di depan publik.

                                       ******

(Tentang rasa sedih) 


Suatu ketika ada yang bertanya padaku "sedih gak sih awal-awal kehilangan ayah tuh?" 


Jujur. Jika ada pertanyaan seperti itu, aku menjawabnya "biasa-biasa aja". Mungkin jawaban tersebut terdengar aneh. Tapi bagiku hal itu wajar. Karena dari Usia 12 tahun aku sudah merantau ke daerah orang, jadi rasa kehilangan itu kadang tidak kurasakan. Namun, rasa kehilangan itu muncul saat imanku sedang lemah, Al Qur'an kadang kutinggalkan dan aktivitas ruhaniah tidak kukerjakan. Disitulah aku merasakan kehilangan seorang ayah. Mungkin orang lain bertanya-tanya. Kenapa seperti itu? 


Yaa.... Saat imanku lemah, Al Qur'an kadang kutinggalkan, dan aktivitas ruhaniah tidak kukerjakan, Bayangan sosok Abah hadir di mimpiku. Bayangan Abah hadir di mimpiku itu dalam keadaan haus dan lapar. Kuliat disana hanya ada Kaka pertamaku yang memberikan air padanya. Seketika aku pun segera bangun dari mimpi itu, dan disitulah aku sadar bahwa aku sudah tidak punya seorang ayah.Dan tugasku hanya satu, ya mendoakan untuknya.


Pernah suatu ketika. Saat liburan pesantren, Aku sama sekali tidak tilawah Al-Qur'an selama dua Minggu lebih. Disitulah aku bermimpi, namun dalam mimpi itu tidak ada sosok yang bisa kulihat, hanya ada suara Abah dan berkata "jangan pernah tinggalkan tilawah Al-Qur'an". 


Satu lagi yang kuingat mimpi tentang Abah. Suatu hari aku kabur dari setoran pagi, dan tidurlah aku di tempat tersembunyi. Disitulah aku mimpi dengan tanpa sosok. Dan dalam mimpi itu aku bertanya"bah, apa sikap malasku ini saat menuntut ilmu dan seluruh dosa dosa yang kuperbuat memberatkan pertimbangan Abah disana" dan hanya jawaban singkat yang kudengar disana "tidak". 


                                    ***** 


Ah, membahas tentang kehilangan seorang ayah untuk anak perempuannya jika dijabarkan dengan detail tidak akan cukup untuk ditulis dalam laman blogger. Begitu pun denganku. Kehilangan ayah, kadang aku mengatakannya "biasa saja", terkadang "tidak merasa kehilangan". Namun, sadar atau tidak. rasa kehilangan itu kadang muncul disaat-saat tertentu. 


Aku merasa kehilangan ayah saat memimpikannya, saat tiba dirumah ketika pulang dari pesantren, ketika hendak berangkat lagi ke pesantren, saat melihat photo Abah, dan satu lagi, ketika malam 1 Muharam. 


Sampai saat ini. Tepatnya pada tanggal 1 Muharam 2022 kemari. aku takut dengan malam 1 Muharam itu. Rasa takut, cemas, kecewa, dan trauma itu hadir dalam diriku.


Rasanya aku trauma dengan pawai obor di malam 1 Muharam itu. Sampai temanku bertanya "kenapa teh", saat mendapatkanku menangis sejadi jadinya di malam itu. 


Ah, aku pun tidak tahu dengan perasaanku sendiri. 


Malam 1 Muharam, aku takut dengan pawai obor itu. 


Sekian....... 



Sabtu, 17 September 2022

Pendidikan anak-anak

 Kadang heran sama beberapa orang disekitar lingkungan selalu ngeluh "gak usah mondok, gak usah sekolah, kita gak ada uang, kita bukan orang kaya". Hmmmm. Tapi dibalik itu semua aku bersyukur punya orang tua yang super banget hebatnya. Yaaaa, kedua orang tua aku bukan manusia yang terlahir dari keluarga mampu, bukan juga orang berpendidikan tinggi dan punya gaji tinggi. Tapi, beliau punya hati nurani yang tinggi. Sejak tahun 1980 an sampe sekarang jadi guru ngaji di kampung, ya you now lah, gratis.... Gak ada bayaran dari murid ataupun pemerintah sepeserpun. Eh, kalau sekarang sejak 2020 dapet sih dari pemerintah, 300 ribu per tiga bulan. Dan Ayah aku merintis MI dan MDTA sejak 1984 sampe 2010 itu pun gratis juga, gak dipungut biaya dari muridnya ataupun dapet dari pemerintah, ya benar-benar lilahita 'ala. Kalau sekarang, kata kakakku yang pertama sebagai pemegang yayasan tersebut dapet sih dari Kemenag, "walaupun gak sesuai dengan keadaan, syukuri aja" gitu katanya. 


Tapi walaupun gratis, gak bergaji, Rizki untuk menyambung hidup dari hari ke hari ya Alhamdulillah selalu ada. Ayah aku selain merintis sekolah dan guru ngaji dikampung juga punya profesi lain yang mulia, yaitu petani. Kata ibuk "pertama nikah boro-boro punya sawah luas kaya sekarang, kebun dimana-mana, orang piring, gelas, mangkok aja cuma 1 untuk berdua. Apalagi kasur, gak ada". 


"Hidup itu kudu merih" itu kata-kata yang sering di ucapkan ibu disaat tetangga ngeluh karena ini dan itu. 


Berawal di tahun 1991. Saat Kaka pertama mau lulus SD dan bingung harus melanjutkan sekolah dimana. "Kalau dikampung, pasti ini anak gak akan bisa apa apa". "Mau sekolah atau mondok, tapi biayanya dari mana" itulah mungkin keluh kesah ibu saat itu. Dan entah Ilham dari mana, Kaka pertama aku mengusulkan ke ibuk dan Ayah untuk membuka warung kecil-kecilan di rumah. Dari situlah Rizki keluarga kami sedikit demi sedikit berubah. 


Ibuk selalu bilang, "Rizki itu pasti ada kalau diusahakan mah, apalagi untuk biaya anak menuntut ilmu. Gak apa apa capek sekarang, gak usah goyah liat kanan kiri tetangga yang anaknya usia masih belasan tahun udah ngasih uang ke orang tuanya, kita mah focus aja orang tua kerja, anak menuntut ilmu". 


Itulah kehebatan kedua orang tuaku. Kehebatan yang belum aku liat dari siapa pun. Kadang heran dengan prinsip ibuk, ibuk selalu berkata bahwa "anak laki-laki wajib lulus S3, dan perempuan lulus S2, ibuk siap membiayainya selama ibuk masih ada". 


Thanks Allah atas kebaikannya. Kebaikan telah melahirkan aku dari pasangan yang begitu hebatnya....

Nikmat mana lagi yang harus kudustakan. Walau terkadang saat usiaku di bangku SMP SMA yang notabene nya dilingkungan orang orang berada, berada di pesantren yang menengah elite aku kurang bersyukur dengan nikmat itu semua. Kadang iri dengan teman-teman yang berada di atas, kadang minder dengan profesi orang tua mereka. Ah.... Bocil, maafkan aku Ayah ibuk.... Sekarang aku sadar. Bahwa kalian lebih hebat dari orang tua mereka. Kalian selalu mengutamakan pendidikan anak-anak dibandingkan kesenangan sendiri. Ibu pernah bilang "baju baru itu gak penting, kebutuhan ibu dan Ayah bukan baju baru atau kendaraan baru, kebutuhan ibuk dan Ayah yang utama itu ya biaya pendidikan anak-anak". 


Ya Allah, aku tahu, Membahas tentang kedua orang tua yang hebat seperti kedua orangtuaku tidak akan ada habisnya. Harapanku hanya dua. Pertama, semoga ibuk selalu diberi kesehatan, kebahagiaan, keimanan yang istiqamah, dan dipanjangkan usianya. Dan kedua, semoga Ayah di alam sana diampuni segala dosa dosanya, diberikan tempat yang layak, dan dimudahkan oleh Allah untuk Masuk ke syurganya. Amiiin 



Rabu, 30 Juni 2021

Cinta Pertama (Puisi)

Ketika aku mencintaimu 
aku terdiam
Hanya memendam rasa yang tak berujung
Kau datang Dan berkata
Maukah jadi pacarku
Dengan angkuhnya aku menolak
Hingga kau berpindah ke beberapa hati
Bermesraan di depan mata
Padahal kau tahu aku mencintaimu
Ah bodoh
Dan aku lebih bodoh ketika senyumku mengembang saat kau menitipkan salam pada guru pengabdian 
Kapan ia sadar dari sikap bodohku
ah nasib 
Sembilan tahun berlalu
Rasa cinta itu terus mengakar hebat
Hingga kau datang padaku
Bukan untuk mengucapkan rasa 
Tapi datang memberiku undangan cinta 
Nasib nasib
Ternyata
Selama ini aku hanya memendam rasa yang tak terbalas
Salah siapa hanya terdiam dan mengharapkan yang tak pasti
Cinta itu dikejar bukan didiamkan berabad abad
Perintah kawan lamaku
Tapi versi itu bukan tipeku
Diam dan bisu bagiku tindakan yang tepat
Aku menyeringai dalam diri
Saat sadar cinta ini sudah terlambat
ya terlambat
Karena sekarang dia sudah menjadi ayah untuk dua sosok bayi yang tak berdosa
Selamat tinggal cinta pertamaku selain dari Ayah dan kedua kakaku
Semoga dicinta keduaku ini
Aku tidak bernasib sial kembali
Tapi, apa mungkin hal itu menjadi nyata


Minggu, 27 Desember 2020

Masa lalu, hari ini & masa depan


 “Bernostalgia ?” 

“Apakah dibolehkan bernostalgia?”

“Ah rasanya tidak. Jika ada masa depan yang mesti diperjuangkan, mengapa masih larut dalam masa lalu yang menyakitkan!”  Itulah pikirku saat melihat Pamflet lomba cerpen dengan tema “Nostalgia”. 

Nostalgia memang asik, apalagi sambil melihat deretan photo lama yang ada difile laptop. Ah rasanya tidak ingin beranjak dari masa lalu yang penuh dengan kenangan manis bersama dia, apalagi saat hari ini si dia itu sudah menikah dengan karib SMA, kacau. 

“Tugas lagi tugas lagi, kapan sih gak ada tugas” Suara dari arah kosan sebelah terdengar jelas saat aku hendak melangkah ke arah dapur. Lalu kuurungkan kembali langkah kaki agar bisa mendengarkan keluh kesah tetangga sebelah. 

“Jurusan apa sih yang gak ada tugas, pengen pindah banget sumpah” Umpatnya lagi. 

“Pak Dosen, bu Dosen, kenapa tugasnya banyak banget” Senandungnya dengan nyaring. Aku hanya tertawa kecil mendengarkan keluhannya sejak tiga puluh menit yang lalu. lalu kuingat kembali masa lalu tentang bagaimana rasanya kuliah tidak sesuai dengan kemampuan diri sendiri, sulit. Saat itu tahun 2016, setelah lulus Aliyah aku diterima disalah satu Universitas negeri di jakarta. Setahun masa kuliah itu berlangsung dengan biasa – biasa saja, ya walau pun terkadang jika ada tugas harian aku selalu meminta bantuan pada kaka kandungku yang sedang kuliah di negeri jiran, “tolong terjemahin dong kak”, kata – kata itu yang biasa aku gunakan setiap otakku buntu terhadap bahasa Arab. Aku mengambil salah satu jurusan yang berbasis full bahasa Arab, katanya sih jurusan tersebut cabang dari Universitas Cairo mesir, wallahu a’lam juga sih. 

“Kamu  gimana mau ngerti kalimat perkalimat, nahwu yang dasar aja belum faham, besok datang ke ruangan saya jam 08.30” Kalimat tersebut masih terngiang hingga saat ini.

“Keruangan i ibu bu? ” Tanyaku hati – hati.

“Iya keruangan saya, kamu remedial besok pagi dengan soal yang berbeda”

Gleeek, seketika tenggorokanku tersedak. Angin apa ini, musibah bukannya berkurang malah bertambah dua kali lipat, “mampus kali aku ini”.

Hari itu hari dimana ujian tengah semester dua berlangsung. Semakin bertambah semester, semakin tidak faham juga apa yang kupelajari di bangku kuliah saat itu. Rasanya ingin bunuh diri, tapi aku masih ingat bahwa hal tersebut sangat dilarang oleh ajaran agama yang kuanut sejak di dalam kandungan hingga akhir hayat. 

Esok paginya aku keruangan  Dosen. Sesampainya disana, “Kalau nilainya masih rendah juga, terpaksa kamu harus mengulang MK saya tahun depan”, darahku seketika mengalir lebih cepat, “ini ancaman benar – benar sesuai dengan  apa yang kukira sebelumnya”. 

Hari berlalu begitu saja, umur manusia pun berjalan dengan porsirnya. Hingga tidak terasa kuliahku sudah berada di penghujung semester ketiga. Tapi pikiranku masih mengambang, “apakah aku harus melanjutkan kuliah ini, atau meninggalkannya begitu saja”.

Setelah itu, Hari- hari pun kulalui dengan  gontai, kuliah pun kujalani dengan semaunya, kadang kuliah dan kadang juga hanya diam di Asrama. “Apa aku daftar lagi aja kali ya tahun depan dengan mengulang di semester pertama dengan jurusan yang berbeda”, pikirku saat itu. 

Tanpa menunggu persetujuan dari berbagai pihak, kulepaskan perkuliahanku dengan Cuma – Cuma. Lalu aku hanya focus pada hafalan Qur’an yang kujalani di Asrama dan buku – buku SBMPTN yang kumiliki sebelumnya untuk tes perkuliahan di akhir semester mendatang. 

 “Kok gak kuliah sih, lagi sakit tah?”

“Eh lu ditanyain bu Rima tuh, katanya mau ikut UAS apa kagak, satu kali lagi lu absen, kagak bisa UAS woy”  

 “Roha kenapa jarang masuk kuliah, ih kenapa ? ada masalah tah” 

Itu beberapa pesan chat dari teman sekelasku di perkuliahan. Namun lambat laun kehadiranku yang jarang ada di kelas, bahkan tidak pernah masuk lagi ke kampus tidak menjadi permasalahan Publik, begitu pun dengan sahabat dengatku, semuanya seperti tidak ada masalah apa – apa.

Setelah itu hari – hariku dihabiskan di Asrama. Dari bangun tidur hingga tidur lagi tidak pernah  beranjak atau  pun keluar teras, apalagi ke jalan raya. 

“Seriusan ha lu gak akan kuliah lagi, sayang banget loh orang lain tuh banyak banget yang pengen diterima di jurusan yang lu sia – sia in sekarang” Cela salah satu teman asramaku yang kebetulan ia berbeda jurusan denganku di kampus. 

“Diam lah netizen, ini masalah gua bukan masalah lu, lu kagak ngerasain aja jadi gua gimana bebannya” Balasku dengan pedas. 

“Lu seriusan kagak bakal nyesel tuh” Timpal temanku yang lainnya. Aku hanya diam sejenak, lalu meninggalkan mereka yang melihatku dengan tanda tanya. 

Enam bulan kemudian pendaftaran Kuliah ajaran baru dibuka. Segera kudaftarkan diri agar tidak terlambat mendapatkan kursi tes tulis. Asupan otak pun tidak lupa kuisi dengan mengerjakan soal – soal yang ada. “Semoga aja nasib gua baik”, pikirku dalam hati. 

Hari dimana tes tulis berlangsung, “bismillahirahmannirahim”, kulangkahkan kedua kakiku dengan cepat menuju kampus utama. Kulihat kanan kiri jalan raya menuju kampus banyak yang berbeda, padahal hanya tujuh bulan  aku berdiam diri di asrama yang jauh dari perkotaan, kenapa semuanya berubah secepat itu.

“Mau ngapain lu, tes lagi ?” Tanya Dina karib lamaku saat SMP  yang kebetulan ia ditugaskan sebagai panitia penerimaan mahasiswa baru. Aku hanya mengangkat kedua pundaku dengan gaya angkuh, “bukan urusan lu”. 

****

Ruang tes penerimaan mahasiswa baru seperti tahun – tahun sebelumnya, menegangkan. Kuisi soal SBMPTN tersebut dengan santai, karena terlalu santai dalam mengerjakannya, hingga saat pengumuman penerimaan mahasiswa baru tiba, disinilah aku baru sadar, “penyesalan emang datangnya diakhir ya”, kataku dalam hati. Pengumuman penerimaan mahasiswa baru tahun ini tidak seperti tahun kemarin, tidak perlu repot- repot datang ke kampus atau membeli koran harian untuk mengetahui info diterima atau tidaknya oleh universitas. Zaman sekarang sudah terlalu canggih, cukup dengan membuka halaman media kampus, maka seluruh pengumuman apa pun tertera di dalamnya. Segera kucek satu – persatu nama yang ada di laman penerimaan mahasiswa baru angkatan 2018. Lima menit, sepuluh menit, tiga puluh menit, sampai satu jam namaku belum juga ditemukan di daftar  mahasiswa baru, “alamat, gila sih, bakal jadi bulan – bulanan seluruh dunia nih kalau gini caranya”, pikirku dengan gundah. Kutarik nafas dengan perlahan agar jantungku tidak berdetak lebih kencang. 

“Gimana ha, diterima dimana lu, jurusan apa?” tanya Lia yang datang dari arah belakang. Aku hanya meliriknya lalu berlalu bergitu saja, “entah lah”. Kali ini nasibku belum baik, aku gagal SBMPTN 2018, mau bagaimana lagi, ya bukan rejekinya. Dengan tidak menunggu waktu lebih lama lagi, akhirnya kuniatkan dalam hati untuk mengikuti seluruh tes penerimaan mahasiswa baru 2018. Walau pun cukup menguras kantong dan pikiran, tapi hanya ini satu – satunya jalan yang mesti kutempuh saat itu. Penerimaan mahasiswa baru yang kuikuti mulai dari PMDK, UMPTKIN, SIMAK UI, MANDIRI, Dll. Tidak hanya itu, aku pun lebih giat lagi mengerjakan soal – soal yang ada, bahkan aku sengaja membeli lebih banyak lagi buku – buku tes penerimaan mahasiswa baru untuk referensi belajar.

 “Ah kuliah” Desisku dalam keheningan. Kubuka jendela dapur agar udara segar masuk kedalam, maklum namanya juga kos kosan, udaranya pengap dan memiliki ciri khas tersendiri, “bau kos kosan”. Kuperhatikan kembali tetangga sebelah, namun sudah tidak ada lagi ocehan dan keluhan yang kudengar dari sana. “Tidur kali ya tuh bocah”. 

Hari begitu cepat berlalu, tidak terasa dengan duduknya aku yang sedang bernostalgia dalam kesendirian telah memakan waktu dengan sia – sia, hingga aku baru sadar, “Astaghfiraall al’adzim, Siang ini kan UAS di e- learning, alamak mampus kali aku ini”. Segera kucek laman E- learning jurusan, kumasukan Nomor Induk Mahasiswa dan kutulis juga sandi yang telah kurubah sebelumnya kedalam kolom (Untuk Mahasiswa). Tanpa menunggu lagi, kucari mata kuliah “Pembelajaran Sastra dan bahasa Indonesia”.

[Mohon maaf, halaman ini sudah tidak menerima File kembali]

Badanku lemas setelah melihat laman e- learning. Segera kututup e learning dengan seksama dan kubuka what app untuk menghubungi dosen yang bersangkutan. 

“Itu bukan urusan saya” Balas seorang dosen setelah kuchatt tentang perihal keterlambatanku dalam UAS. Kutanyakan dan kulobi bapak dosen tersebut dengan hati hati, namun hasilnya nihil, yang ada malah sebaliknya, aku mendapatkan jawaban chatt yang singkat padat namun memabukan, “terlambat satu menit sama dengan satu tahun nong”, Gleeek. 

“Ya Allah aku harus bagaimana lagi”, curhatku dalam setiap sholat. Hanya sholat dan berdo’alah satu satunya jalan yang terbaik untuku saat ini. Karena aku yakin bahwa hanya itulah yang dapat menyembuhkan kegundahan yang kurasakan, hanya Allahlah satu – satunya tempat mengadu ketika semua mahkluk tidak mampu menolong masalah yang sedang dihadapi, dan hanya Allahlah yang mampu membolak balikan hati hambanya walau sekeras apa pun, dan aku sangat berharap bapak dosen yang kumaksud itu suatu hari nanti bisa berubah 180 derajat”.

Matahari sore yang menyorot ke arah dapur kini sudah tenggelam, bertanda bahwa adzan maghrib sebentar lagi dikumandangkan oleh muadzin. Segera kututup jendela dapur dan kulangkahkan kaki menuju kamar, “aku punya masa lalu yang kelam dalam perkuliahan, biarlah ia berlalu dimakan zaman, tidak perlu kusangkut pautkan dengan hari- hari yang kujalani saat ini, karena saat ini aku memiliki masa depan yang perlu kuperjuangkan”. 



 


Sabtu, 04 April 2020

Kembalilah ke Qur'an


Itulah persepsiku ketika pagi- pagi mendapatkan kepala bagian belakang terasa sakit. Entah kenapa sakitnya karena apa, yang pasti aku sangat enggan untuk meminum obat sedikit pun. 

Sebenarnya sakitnya itu dari malam hari. Aku hanya meringis sedikit agar tak diketahui oleh banyak orang. "Mungkin karena kemaren- kemarennya aku sedang halangan kali ya," ucapku dalam hati.

Sedang halangan. Ya tahu sendiri perempuan yang sedang tidak solat dll nya itu menggunakan waktu untuk berleha- leha sedemikian mungkin. Walaupun pesantrenku ketika Aliyah membolehkannya membuka qur'an kalau hanya sekedar untuk murajaah hafalan.
Tapi, tau sendirilah waktu- waktu halangan itu aku habiskan untuk baca novel, nonton, & mendengarkan music sekencang- kencangnya.

Alhasil ya... efeknya aku tanggung sendiri. Sekitar empat hari waktuku hanya diisi baca novel, nonton, dan rebahan. Ditambah lagi Kamarku yang tidak mengandung cahaya matahari menyebabkan seluruh badanku terasa sakit, kepala terasa pusing, hati, apalagi, jangan ditanya.

Dari subuh itulah aku meniatkan diri untuk tidak setoran di pagi hari. "Tilawah aja lah yang banyak, biar sakitnya sembuh dulu," karena biasanya, seperti bulan- bulan sebelumnya, setiap galau, sakit hati, marah, dan teman- temanya. Hanya satu obatnya, "memperbanyak tilwah Al- Qur'an yang pernah dihafal."

pagi itu aku hanya memperbanyak tilawah, walaupun diteriakin untuk setoran, aku hanya tersenyum dan mengambil sikap masa bodo, "nanti aja ya teh, lagi gak mood."

Setelah itu terlihat matahari pagi menyoroti tempat dimana santriwati menghafal Qur'an. "Alhamdulilaaaah ya Allah nemu matahari seger juga," ucapku kala itu.

Dengan izin Allah, sakit kepalaku hilang, badanpun terasa ringan kembali. Alhamdulilah Ya Allah batinku saat itu juga.

"Tilawah Qur'an," dulu aku menyepelekannya. Bagiku, yang penting menghafal, lalu memurajaah qur'an, itu sudah cukup. Ternyata aku keliru.

Enam bulan yang lalu, ada salah satu ustadz  ceramah di salah satu masjid, beliau  mengatakan, "ruhani kita yang sakit itu akan sembuh dengan apa yang pernah kita lakukan. Contohnya, ada orang yang sembuh ruhaninya,setelah membaca dzikir 100 kali, ada juga yang mesti 1000 kali, atau lebih. Namun berbeda dengan orang yang pernah menghafal qur'an. Mau beribu- ribu kali pun membaca dzikir seperti masih ada yang janggal, kalau belum memperbanyak tilawah. Orang yang pernah menghafal quran, tidak bisa hanya tilawah setengah juz, apalagi hanya dua halaman. Ya jika ingin tenang ruhaninya minimal dua juz, dan lebih baik 5 juz setiap harinya, baru itu hatinya akan tentram, adem, nyaman, dan bahagia.

Dari situlah aku sadar, betapa selama ini aku sering menghindar dari qur'an. Dikatakan menghindar karena aku Menghafal asal menghafal, yang penting bisa setoran pada ustadz atau ustadzah. Parah emang, hanya menggugurkan kewajiban doang.

Jangan dicontoh ya....

Di Pondok pesantren Husnul Khotimah, kurang lebih sudah lima juz dari belakang yang kuhafalkan. Diciputat sekitar.... segitulah yang kuhafalkan. Sedangkan disini.... ya segitu. Aku sadar, betapa bodohnya aku ketika hati sedang tidak tentram, minta bantuan pada orang lain, ketika sedang galau, minta dicarikan solusi, padahal dalam diri sendiri sudah ada solusi yang lebih dahsyat, ialah kembali pada Qur'an.

Terima kasih yang sudah membaca hingga akhir. Aku menulis tulisan ini bukan berarti aku sudah benar. Namun tulisan ini hanya sebagai teguran semata untuk diri aku sendiri.

Terima kasih sekali lagi, see you next time.


Sabtu, 28 Maret 2020

Jangan jadi perempuan Gampangan (Tugas RUMAH DUNIA KELAS ONLINE)





Mencintai seseorang yang kelak akan menjadi pendamping hidupnya menjadi fitrah setiap perempuan. Begitu pun dengan Rani, perempuan berusia 25 tahun yang semestinya sudah membina rumah tangga, kini masih sibuk dengan urusan kuliah, kerja, dan karya.


Suatu hari, rani datang pada sahabatnya dengan menunjukan bahwa ia cemas. Laki – laki yang telah memberikan padanya harapan, ternyata hanya kata- kata manis belaka, tanpa nyata. Bagaimana mau nyata, Laki- laki tersebut merupakan suami orang lain yang sudah beranak dua orang.


“Semua Laki – laki sama aja ya ternyata” ungkap Rani pada sahabatnya itu. Namun seperti kata pepatah zaman dulu, nasi sudah menjadi bubur, mau bagaimana lagi.


Riko ardiana, Nama laki- laki tersebut. Datang memberikan harapan pada perempuan yang tengah mencari pendamping hidup. “Iya nanti dua minggu lagi aku akan datang ke rumah orang tuamu” itu kata- kata manis Riko suatu hari.


Dua minggu kemudian, tidak ada tanda- tanda bahwa seorang laki- laki datang dengan maksud melamar perempuan tersebut. Yang ada malah sebaliknya, di teras rumah Rani berdiri istri Riko dengan mimik geram. “Hey perempuan murahan, ngaca dong, masa pendidikan tinggi, berkarir bagus, masih aja rebut suami orang” ulas istri riko pada rani.


Mau dibawa kemana lagi harga diri rani, dulu ia sebagai orang yang dihormati di kampungnya kini sudah tidak lagi, karena kejadian memalukan tersebut ditonton oleh banyak tetangganya. Setelah itu, cibiran dan hinaan kerap kali datang dari orang – orang sekitarnya, termasuk sepupunya sendiri. Dengan rasa perih, ia melihat kembali bagaimana Laki- laki itu datang ke kehidupannya, dalam tiga bulan telah  meraup semua tabungan miliknya, ketika ditanya mau menikahinya kapan, bukan balasan manis yang ia dapatkan, tapi malapetaka besar yang menimpanya.


“Makanya jadi perempuan jangan murahan, lihat dulu siapa laki- laki itu, jangan asal comot, lalu percaya” nasihat ibunya detik itu juga. Rani hanya diam, lalu ia mengambil ibrah dari  apa yang telah ia hadapi sore itu.

Senin, 24 Februari 2020

Pencurian di sekolah bunga (Cerpen)




“Kamu harus tahu bahwa tak semua orang mampu terdeteksi isi pikirnya, bisa jadi seseorang yang dekat denganmu lebih tamak dan rakus dibandingkan dengan seseorang yang kau curigai keburukan tingkah lakunya”.
Quotes tersebut sengaja kutulis ketika setelah pulang dari ruang kepala sekolah pada senin sore. kehilangan barang- barang berharga atau pun beberapa kepingan rupiah kadang hadir dimana saja dan kapan saja tanpa diduga. Pencurian datang dengan kesempatan yang tepat, kesempatan itu bisa jadi karena sipelaku sedang kepepet tidak ada uang dan bisa juga sikorban yang asal taruh uang tanpa pikir orang lain tidak tergiur dengan kepemilikannya tersebut.

“Hati- hati aja, kaka percaya sama Bunga, jaga Sekolah dengan baik” Itu Suara ka Lina saat memulai percakapan tadi siang  tanpa diduga sebelumnya. Bunga Pertiwi yang tidak tahu apa- apa segera menanyakan apa maksud ucapan dari lawan bicaranya itu. “Maksudnya kak?” tanyanya tidak mengerti. Ka Lina yang diberi amanah oleh sekolah sebagai pembina pramuka segera mendekat ke arah Bunga.

“Kamu ingat Lima hari yang lalu saat kepala sekolah mengumpulkan anggota kelasmu yang disuruh menulis apa saja yang pernah diambil masing-masing dari kalian  di dalam kelas?” tanya ka Lina dengan suara yang sedikit dipelankan. Bunga yang saat itu sudah lelah karena aktifitas disekolah yang padat segera mengingat kembali tentang lima hari kebelakang.
“Iya kak, Bunga ingat” ucap bunga seraya membenarkan posisi duduknya. Di sekolah Menengah Atas  (SMA) Samudra 28 Indonesia, kehilangan sedang marak- maraknya, apalagi di kelas Bunga pertiwi, kelas 11 IPA 4, kehilangan nyaris setiap hari. Mulai dari kehilangan Uang yang jumlahnya lumayan banyak, ada juga kehilangan barang- barang tertentu milik siswa maupun guru, baik itu Hand phone yang disimpan di rak penyimpanan Utama, alat tulis, kaos olah raga yang disimpan di dalam tas, bahkan kehilangan sepeda motor. Miris memang, tapi itu semua masih menjadi misteri tentang siapa yang mengambilnya, tidak sedikit yang mengaggap bahwa kehilangan tersebut disebabkan dari makhluk halus, ada yang beranggapan juga bahwa pencurian itu berasal dari orang luar sekolah, dan ada juga yang berpendapat bahwa sipencuri tersebut  ialah orang dalam yang ada dilingkungan sekolah.

“Bukan tuyul Bunga, yang mengambil itu ya orang- orang situ aja” tandas ka Lina setelah beberapa kali Bunga tidak percaya dengan apa yang ka Lina ucapkan padanya. Ka Lina bahkan menegaskan bahwa yang menjadi pelaku pencurian tersebut bukanlah hanya satu orang, bahkan lebih dari Empat orang. Mendengar hal itu Bunga hanya menelan ludah, tak disangka beberapa dari teman dekatnya menjadi si pelaku dalam korban yang menjadi pembicaraan hangat disekolahnya akhir- akhir ini.
“Ya intinya hati- hati aja ya Bunga, tidak semua orang yang kelihatan diluarnya baik  itu aslinya baik, bisa jadi yang terlihat diluarnya seperti preman malah berhati malaikat” jelas Ka Lina menegaskan perkataannya kembali. Bunga lalu balik bertanya tentang hal tersebut pada kaka pembina pramukanya itu, “Lalu kaka tahu siapa saja yang menjadi pelaku pencurian itu?”. ka Lina tersenyum mendengar pertanyaan yang barusan Bunga tanyakan padanya, “iya kaka tahu semuanya”.

“Dari mana kaka tahu si pelakunya itu mereka?” tanya Bunga setelah ia mengetahuan siapa saja yang menjadi dalang dibalik peristiwa yang memalukan tersebut. Kak lina berdiri dari tempat duduknya, kemudian ia berjalan perlahan menuju ke arah pintu ruang OSIS, “Kaka tahu dari kertas yang kalian tulis lima hari yang lalu di ruang kepala sekolah”.
bunga memejamkan matanya, hatinya bergemuruh tidak karuan, lalu ia menatap ke arah  ka lina yang ada disampingnya. keduanya saling menatap satu sama lainnya, setelah beberapa menit Bunga pun pamit dari hadapan kak Lina. Sore itu ia sadar bahwa menilai seseorang itu bukanlah dari penampilan luar saja, ia lalu bergumam dalam hatinya, “akankah aku mampu merubah teman- temanku yang terbiasa mencuri menjadi manusia yang dirindukan Syurga?” pertanyaan tersebut ia tanam dalam hatinya guna untuk merubah teman temannya dan untuk peringatan pada dirinya sendiri agar terhindar dari sifat dan perbuatan yang dibenci oleh Allah SAW.

Tidak Sekedar Cerita

1 Muharam

 Apa yang kamu ketahui tentang 1 Muharam. Tahun baru Islam? Atau apa ? Makna 1 Muharam bagi semua umat Islam merupakan Tahun Baru Islam atau...