Apa yang kamu ketahui tentang 1 Muharam. Tahun baru Islam? Atau apa ?
Makna 1 Muharam bagi semua umat Islam merupakan Tahun Baru Islam atau Tahun Baru Hijriah . Tahun Baru Islam adalah salah satu hari besar bagi umat muslim di seluruh dunia sekaligus menjadi hari penting dalam sejarah Islam.
Bagiku, hari itu pun merupakan menjadi momentum yang sangat penting dan tidak pernah kulupakan selama-lamanya. Momen dimana, rasanya ujian hidup itu hanya akulah yang merasakannya.
"Patah hati terbesar seorang anak perempuan itu ialah ketika kematian ayahnya"
Awal aku mendengar kata-kata itu rasanya ada yang kurang pas. "Toh aku gak merasa hal itu benar, padahal dalam kenyataannya sadar atau tidak, aku sungguh merasakan dampak kehilangannya".
Saat malam 1 Muharam. Tepatnya di RS Adjidarmo Rangkas Bitung, kulihat banyak warga yang merayakan malam 1 Muharam. Riuh gemuruh semuanya merasakan kesenangannya masing-masing. Tapi tidak dengan aku dan keluargaku. Kami hanya melihat semua warga Rangkas Bitung dari jendela rumah sakit. Perasaan keluargaku penuh dengan cemas dan masih ada harapan tentangnya. Tapi lain halnya denganku sendiri. Perasaanku saat itu tidak karuan, aku bingung dengan perasaanku sendiri, tidak ada sedih, cemas, atau lainnya. Aku sebagai anak bungsu hanya mengerjakan apa yang harus aku kerjakan. Menjaga Abah (saat malam itu), membangunkan kaka-kakaku ketika mereka ketiduran, dan membelikan makanan untuk tetangga jika ada yang datang menjenguk kerumah sakit. Bisa dibilang, pada malam hari itu hatiku benar-benar kosong.
Begitu pun dengan keesokan harinya. Saat aku melihat seluruh peralatan rumah sakit mulai di lepas satu persatu dari tubuh abah, aku hanya diam membisu. "Talqinin" hanya kata itu yang kudengar dari seorang dokter.
"Yasin walqur'anil hakim".....
Badanku saat itu seperti seorang robot. Saat kain sudah menutupi seluruh tubuh abah, dan badanku tiba-tiba duduk serta membaca surat Yasin berkali-kali dihadapannya. Namun, perasaanku kosong.
Dan ketika jenazah Abah mulai dimasukkan ke dalam mobil ambulans. Aku pun saat itu tidak ikut dengan ambulans tersebut karena harus menemani kakaku di mobil pribadinya. Sepanjang perjalanan Rangkas Bitung - Sobang, tidak ada rasa sedih atau pun lainnya. Aku malah asik dengan membalas chat yang masuk ke dalam smartphoneku.
"Ayo ikut sini" itu ajakan bibiku yang bungsu saat sampainya aku dirumah. Jika tidak diajak olehnya, jujur aku bingung harus bertindak bagaimana. Jika nangis, nangis karena apa?
Mulai dari membersihkannya, memandikannya, mengkafaninya dan membersihkan peralatan bekas di rumah sakit atau pun saat pengurusan jenazah, Alhamdulillah aku turut hadir di garis terdepan. Jujur, disitulah aku merasakan bahwa ilmu fiqih tentang jenazah yang selama aku pelajari di SMA, UIN Jakarta, dan UIN Banten tidak ada apa-apanya dengan kenyataan praktek saat di depan mata.
*******
(Tentang perasaan hati seorang anak perempuan)
Perasaan sedihku muncul saat tanah satu persatu menutupi tubuh abah. Disitulah aku runtuh. Rasa sedih, cemas, hancur bercampur menjadi satu. Tapi tangis itu masih kutahan, tidak sepenuhnya ku hempaskan di depan publik.
******
(Tentang rasa sedih)
Suatu ketika ada yang bertanya padaku "sedih gak sih awal-awal kehilangan ayah tuh?"
Jujur. Jika ada pertanyaan seperti itu, aku menjawabnya "biasa-biasa aja". Mungkin jawaban tersebut terdengar aneh. Tapi bagiku hal itu wajar. Karena dari Usia 12 tahun aku sudah merantau ke daerah orang, jadi rasa kehilangan itu kadang tidak kurasakan. Namun, rasa kehilangan itu muncul saat imanku sedang lemah, Al Qur'an kadang kutinggalkan dan aktivitas ruhaniah tidak kukerjakan. Disitulah aku merasakan kehilangan seorang ayah. Mungkin orang lain bertanya-tanya. Kenapa seperti itu?
Yaa.... Saat imanku lemah, Al Qur'an kadang kutinggalkan, dan aktivitas ruhaniah tidak kukerjakan, Bayangan sosok Abah hadir di mimpiku. Bayangan Abah hadir di mimpiku itu dalam keadaan haus dan lapar. Kuliat disana hanya ada Kaka pertamaku yang memberikan air padanya. Seketika aku pun segera bangun dari mimpi itu, dan disitulah aku sadar bahwa aku sudah tidak punya seorang ayah.Dan tugasku hanya satu, ya mendoakan untuknya.
Pernah suatu ketika. Saat liburan pesantren, Aku sama sekali tidak tilawah Al-Qur'an selama dua Minggu lebih. Disitulah aku bermimpi, namun dalam mimpi itu tidak ada sosok yang bisa kulihat, hanya ada suara Abah dan berkata "jangan pernah tinggalkan tilawah Al-Qur'an".
Satu lagi yang kuingat mimpi tentang Abah. Suatu hari aku kabur dari setoran pagi, dan tidurlah aku di tempat tersembunyi. Disitulah aku mimpi dengan tanpa sosok. Dan dalam mimpi itu aku bertanya"bah, apa sikap malasku ini saat menuntut ilmu dan seluruh dosa dosa yang kuperbuat memberatkan pertimbangan Abah disana" dan hanya jawaban singkat yang kudengar disana "tidak".
*****
Ah, membahas tentang kehilangan seorang ayah untuk anak perempuannya jika dijabarkan dengan detail tidak akan cukup untuk ditulis dalam laman blogger. Begitu pun denganku. Kehilangan ayah, kadang aku mengatakannya "biasa saja", terkadang "tidak merasa kehilangan". Namun, sadar atau tidak. rasa kehilangan itu kadang muncul disaat-saat tertentu.
Aku merasa kehilangan ayah saat memimpikannya, saat tiba dirumah ketika pulang dari pesantren, ketika hendak berangkat lagi ke pesantren, saat melihat photo Abah, dan satu lagi, ketika malam 1 Muharam.
Sampai saat ini. Tepatnya pada tanggal 1 Muharam 2022 kemari. aku takut dengan malam 1 Muharam itu. Rasa takut, cemas, kecewa, dan trauma itu hadir dalam diriku.
Rasanya aku trauma dengan pawai obor di malam 1 Muharam itu. Sampai temanku bertanya "kenapa teh", saat mendapatkanku menangis sejadi jadinya di malam itu.
Ah, aku pun tidak tahu dengan perasaanku sendiri.
Malam 1 Muharam, aku takut dengan pawai obor itu.
Sekian.......