“Bernostalgia ?”
“Apakah dibolehkan bernostalgia?”
“Ah rasanya tidak. Jika ada masa depan yang mesti diperjuangkan, mengapa masih larut dalam masa lalu yang menyakitkan!” Itulah pikirku saat melihat Pamflet lomba cerpen dengan tema “Nostalgia”.
Nostalgia memang asik, apalagi sambil melihat deretan photo lama yang ada difile laptop. Ah rasanya tidak ingin beranjak dari masa lalu yang penuh dengan kenangan manis bersama dia, apalagi saat hari ini si dia itu sudah menikah dengan karib SMA, kacau.
“Tugas lagi tugas lagi, kapan sih gak ada tugas” Suara dari arah kosan sebelah terdengar jelas saat aku hendak melangkah ke arah dapur. Lalu kuurungkan kembali langkah kaki agar bisa mendengarkan keluh kesah tetangga sebelah.
“Jurusan apa sih yang gak ada tugas, pengen pindah banget sumpah” Umpatnya lagi.
“Pak Dosen, bu Dosen, kenapa tugasnya banyak banget” Senandungnya dengan nyaring. Aku hanya tertawa kecil mendengarkan keluhannya sejak tiga puluh menit yang lalu. lalu kuingat kembali masa lalu tentang bagaimana rasanya kuliah tidak sesuai dengan kemampuan diri sendiri, sulit. Saat itu tahun 2016, setelah lulus Aliyah aku diterima disalah satu Universitas negeri di jakarta. Setahun masa kuliah itu berlangsung dengan biasa – biasa saja, ya walau pun terkadang jika ada tugas harian aku selalu meminta bantuan pada kaka kandungku yang sedang kuliah di negeri jiran, “tolong terjemahin dong kak”, kata – kata itu yang biasa aku gunakan setiap otakku buntu terhadap bahasa Arab. Aku mengambil salah satu jurusan yang berbasis full bahasa Arab, katanya sih jurusan tersebut cabang dari Universitas Cairo mesir, wallahu a’lam juga sih.
“Kamu gimana mau ngerti kalimat perkalimat, nahwu yang dasar aja belum faham, besok datang ke ruangan saya jam 08.30” Kalimat tersebut masih terngiang hingga saat ini.
“Keruangan i ibu bu? ” Tanyaku hati – hati.
“Iya keruangan saya, kamu remedial besok pagi dengan soal yang berbeda”
Gleeek, seketika tenggorokanku tersedak. Angin apa ini, musibah bukannya berkurang malah bertambah dua kali lipat, “mampus kali aku ini”.
Hari itu hari dimana ujian tengah semester dua berlangsung. Semakin bertambah semester, semakin tidak faham juga apa yang kupelajari di bangku kuliah saat itu. Rasanya ingin bunuh diri, tapi aku masih ingat bahwa hal tersebut sangat dilarang oleh ajaran agama yang kuanut sejak di dalam kandungan hingga akhir hayat.
Esok paginya aku keruangan Dosen. Sesampainya disana, “Kalau nilainya masih rendah juga, terpaksa kamu harus mengulang MK saya tahun depan”, darahku seketika mengalir lebih cepat, “ini ancaman benar – benar sesuai dengan apa yang kukira sebelumnya”.
Hari berlalu begitu saja, umur manusia pun berjalan dengan porsirnya. Hingga tidak terasa kuliahku sudah berada di penghujung semester ketiga. Tapi pikiranku masih mengambang, “apakah aku harus melanjutkan kuliah ini, atau meninggalkannya begitu saja”.
Setelah itu, Hari- hari pun kulalui dengan gontai, kuliah pun kujalani dengan semaunya, kadang kuliah dan kadang juga hanya diam di Asrama. “Apa aku daftar lagi aja kali ya tahun depan dengan mengulang di semester pertama dengan jurusan yang berbeda”, pikirku saat itu.
Tanpa menunggu persetujuan dari berbagai pihak, kulepaskan perkuliahanku dengan Cuma – Cuma. Lalu aku hanya focus pada hafalan Qur’an yang kujalani di Asrama dan buku – buku SBMPTN yang kumiliki sebelumnya untuk tes perkuliahan di akhir semester mendatang.
“Kok gak kuliah sih, lagi sakit tah?”
“Eh lu ditanyain bu Rima tuh, katanya mau ikut UAS apa kagak, satu kali lagi lu absen, kagak bisa UAS woy”
“Roha kenapa jarang masuk kuliah, ih kenapa ? ada masalah tah”
Itu beberapa pesan chat dari teman sekelasku di perkuliahan. Namun lambat laun kehadiranku yang jarang ada di kelas, bahkan tidak pernah masuk lagi ke kampus tidak menjadi permasalahan Publik, begitu pun dengan sahabat dengatku, semuanya seperti tidak ada masalah apa – apa.
Setelah itu hari – hariku dihabiskan di Asrama. Dari bangun tidur hingga tidur lagi tidak pernah beranjak atau pun keluar teras, apalagi ke jalan raya.
“Seriusan ha lu gak akan kuliah lagi, sayang banget loh orang lain tuh banyak banget yang pengen diterima di jurusan yang lu sia – sia in sekarang” Cela salah satu teman asramaku yang kebetulan ia berbeda jurusan denganku di kampus.
“Diam lah netizen, ini masalah gua bukan masalah lu, lu kagak ngerasain aja jadi gua gimana bebannya” Balasku dengan pedas.
“Lu seriusan kagak bakal nyesel tuh” Timpal temanku yang lainnya. Aku hanya diam sejenak, lalu meninggalkan mereka yang melihatku dengan tanda tanya.
Enam bulan kemudian pendaftaran Kuliah ajaran baru dibuka. Segera kudaftarkan diri agar tidak terlambat mendapatkan kursi tes tulis. Asupan otak pun tidak lupa kuisi dengan mengerjakan soal – soal yang ada. “Semoga aja nasib gua baik”, pikirku dalam hati.
Hari dimana tes tulis berlangsung, “bismillahirahmannirahim”, kulangkahkan kedua kakiku dengan cepat menuju kampus utama. Kulihat kanan kiri jalan raya menuju kampus banyak yang berbeda, padahal hanya tujuh bulan aku berdiam diri di asrama yang jauh dari perkotaan, kenapa semuanya berubah secepat itu.
“Mau ngapain lu, tes lagi ?” Tanya Dina karib lamaku saat SMP yang kebetulan ia ditugaskan sebagai panitia penerimaan mahasiswa baru. Aku hanya mengangkat kedua pundaku dengan gaya angkuh, “bukan urusan lu”.
****
Ruang tes penerimaan mahasiswa baru seperti tahun – tahun sebelumnya, menegangkan. Kuisi soal SBMPTN tersebut dengan santai, karena terlalu santai dalam mengerjakannya, hingga saat pengumuman penerimaan mahasiswa baru tiba, disinilah aku baru sadar, “penyesalan emang datangnya diakhir ya”, kataku dalam hati. Pengumuman penerimaan mahasiswa baru tahun ini tidak seperti tahun kemarin, tidak perlu repot- repot datang ke kampus atau membeli koran harian untuk mengetahui info diterima atau tidaknya oleh universitas. Zaman sekarang sudah terlalu canggih, cukup dengan membuka halaman media kampus, maka seluruh pengumuman apa pun tertera di dalamnya. Segera kucek satu – persatu nama yang ada di laman penerimaan mahasiswa baru angkatan 2018. Lima menit, sepuluh menit, tiga puluh menit, sampai satu jam namaku belum juga ditemukan di daftar mahasiswa baru, “alamat, gila sih, bakal jadi bulan – bulanan seluruh dunia nih kalau gini caranya”, pikirku dengan gundah. Kutarik nafas dengan perlahan agar jantungku tidak berdetak lebih kencang.
“Gimana ha, diterima dimana lu, jurusan apa?” tanya Lia yang datang dari arah belakang. Aku hanya meliriknya lalu berlalu bergitu saja, “entah lah”. Kali ini nasibku belum baik, aku gagal SBMPTN 2018, mau bagaimana lagi, ya bukan rejekinya. Dengan tidak menunggu waktu lebih lama lagi, akhirnya kuniatkan dalam hati untuk mengikuti seluruh tes penerimaan mahasiswa baru 2018. Walau pun cukup menguras kantong dan pikiran, tapi hanya ini satu – satunya jalan yang mesti kutempuh saat itu. Penerimaan mahasiswa baru yang kuikuti mulai dari PMDK, UMPTKIN, SIMAK UI, MANDIRI, Dll. Tidak hanya itu, aku pun lebih giat lagi mengerjakan soal – soal yang ada, bahkan aku sengaja membeli lebih banyak lagi buku – buku tes penerimaan mahasiswa baru untuk referensi belajar.
“Ah kuliah” Desisku dalam keheningan. Kubuka jendela dapur agar udara segar masuk kedalam, maklum namanya juga kos kosan, udaranya pengap dan memiliki ciri khas tersendiri, “bau kos kosan”. Kuperhatikan kembali tetangga sebelah, namun sudah tidak ada lagi ocehan dan keluhan yang kudengar dari sana. “Tidur kali ya tuh bocah”.
Hari begitu cepat berlalu, tidak terasa dengan duduknya aku yang sedang bernostalgia dalam kesendirian telah memakan waktu dengan sia – sia, hingga aku baru sadar, “Astaghfiraall al’adzim, Siang ini kan UAS di e- learning, alamak mampus kali aku ini”. Segera kucek laman E- learning jurusan, kumasukan Nomor Induk Mahasiswa dan kutulis juga sandi yang telah kurubah sebelumnya kedalam kolom (Untuk Mahasiswa). Tanpa menunggu lagi, kucari mata kuliah “Pembelajaran Sastra dan bahasa Indonesia”.
[Mohon maaf, halaman ini sudah tidak menerima File kembali]
Badanku lemas setelah melihat laman e- learning. Segera kututup e learning dengan seksama dan kubuka what app untuk menghubungi dosen yang bersangkutan.
“Itu bukan urusan saya” Balas seorang dosen setelah kuchatt tentang perihal keterlambatanku dalam UAS. Kutanyakan dan kulobi bapak dosen tersebut dengan hati hati, namun hasilnya nihil, yang ada malah sebaliknya, aku mendapatkan jawaban chatt yang singkat padat namun memabukan, “terlambat satu menit sama dengan satu tahun nong”, Gleeek.
“Ya Allah aku harus bagaimana lagi”, curhatku dalam setiap sholat. Hanya sholat dan berdo’alah satu satunya jalan yang terbaik untuku saat ini. Karena aku yakin bahwa hanya itulah yang dapat menyembuhkan kegundahan yang kurasakan, hanya Allahlah satu – satunya tempat mengadu ketika semua mahkluk tidak mampu menolong masalah yang sedang dihadapi, dan hanya Allahlah yang mampu membolak balikan hati hambanya walau sekeras apa pun, dan aku sangat berharap bapak dosen yang kumaksud itu suatu hari nanti bisa berubah 180 derajat”.
Matahari sore yang menyorot ke arah dapur kini sudah tenggelam, bertanda bahwa adzan maghrib sebentar lagi dikumandangkan oleh muadzin. Segera kututup jendela dapur dan kulangkahkan kaki menuju kamar, “aku punya masa lalu yang kelam dalam perkuliahan, biarlah ia berlalu dimakan zaman, tidak perlu kusangkut pautkan dengan hari- hari yang kujalani saat ini, karena saat ini aku memiliki masa depan yang perlu kuperjuangkan”.