Itulah persepsiku ketika pagi- pagi mendapatkan kepala bagian belakang terasa sakit. Entah kenapa sakitnya karena apa, yang pasti aku sangat enggan untuk meminum obat sedikit pun.
Sebenarnya sakitnya itu dari malam hari. Aku hanya meringis sedikit agar tak diketahui oleh banyak orang. "Mungkin karena kemaren- kemarennya aku sedang halangan kali ya," ucapku dalam hati.
Sedang halangan. Ya tahu sendiri perempuan yang sedang tidak solat dll nya itu menggunakan waktu untuk berleha- leha sedemikian mungkin. Walaupun pesantrenku ketika Aliyah membolehkannya membuka qur'an kalau hanya sekedar untuk murajaah hafalan.
Tapi, tau sendirilah waktu- waktu halangan itu aku habiskan untuk baca novel, nonton, & mendengarkan music sekencang- kencangnya.
Alhasil ya... efeknya aku tanggung sendiri. Sekitar empat hari waktuku hanya diisi baca novel, nonton, dan rebahan. Ditambah lagi Kamarku yang tidak mengandung cahaya matahari menyebabkan seluruh badanku terasa sakit, kepala terasa pusing, hati, apalagi, jangan ditanya.
Dari subuh itulah aku meniatkan diri untuk tidak setoran di pagi hari. "Tilawah aja lah yang banyak, biar sakitnya sembuh dulu," karena biasanya, seperti bulan- bulan sebelumnya, setiap galau, sakit hati, marah, dan teman- temanya. Hanya satu obatnya, "memperbanyak tilwah Al- Qur'an yang pernah dihafal."
pagi itu aku hanya memperbanyak tilawah, walaupun diteriakin untuk setoran, aku hanya tersenyum dan mengambil sikap masa bodo, "nanti aja ya teh, lagi gak mood."
Setelah itu terlihat matahari pagi menyoroti tempat dimana santriwati menghafal Qur'an. "Alhamdulilaaaah ya Allah nemu matahari seger juga," ucapku kala itu.
Dengan izin Allah, sakit kepalaku hilang, badanpun terasa ringan kembali. Alhamdulilah Ya Allah batinku saat itu juga.
"Tilawah Qur'an," dulu aku menyepelekannya. Bagiku, yang penting menghafal, lalu memurajaah qur'an, itu sudah cukup. Ternyata aku keliru.
Enam bulan yang lalu, ada salah satu ustadz ceramah di salah satu masjid, beliau mengatakan, "ruhani kita yang sakit itu akan sembuh dengan apa yang pernah kita lakukan. Contohnya, ada orang yang sembuh ruhaninya,setelah membaca dzikir 100 kali, ada juga yang mesti 1000 kali, atau lebih. Namun berbeda dengan orang yang pernah menghafal qur'an. Mau beribu- ribu kali pun membaca dzikir seperti masih ada yang janggal, kalau belum memperbanyak tilawah. Orang yang pernah menghafal quran, tidak bisa hanya tilawah setengah juz, apalagi hanya dua halaman. Ya jika ingin tenang ruhaninya minimal dua juz, dan lebih baik 5 juz setiap harinya, baru itu hatinya akan tentram, adem, nyaman, dan bahagia.
Dari situlah aku sadar, betapa selama ini aku sering menghindar dari qur'an. Dikatakan menghindar karena aku Menghafal asal menghafal, yang penting bisa setoran pada ustadz atau ustadzah. Parah emang, hanya menggugurkan kewajiban doang.
Jangan dicontoh ya....
Di Pondok pesantren Husnul Khotimah, kurang lebih sudah lima juz dari belakang yang kuhafalkan. Diciputat sekitar.... segitulah yang kuhafalkan. Sedangkan disini.... ya segitu. Aku sadar, betapa bodohnya aku ketika hati sedang tidak tentram, minta bantuan pada orang lain, ketika sedang galau, minta dicarikan solusi, padahal dalam diri sendiri sudah ada solusi yang lebih dahsyat, ialah kembali pada Qur'an.
Terima kasih yang sudah membaca hingga akhir. Aku menulis tulisan ini bukan berarti aku sudah benar. Namun tulisan ini hanya sebagai teguran semata untuk diri aku sendiri.
Terima kasih sekali lagi, see you next time.
Sedang halangan. Ya tahu sendiri perempuan yang sedang tidak solat dll nya itu menggunakan waktu untuk berleha- leha sedemikian mungkin. Walaupun pesantrenku ketika Aliyah membolehkannya membuka qur'an kalau hanya sekedar untuk murajaah hafalan.
Tapi, tau sendirilah waktu- waktu halangan itu aku habiskan untuk baca novel, nonton, & mendengarkan music sekencang- kencangnya.
Alhasil ya... efeknya aku tanggung sendiri. Sekitar empat hari waktuku hanya diisi baca novel, nonton, dan rebahan. Ditambah lagi Kamarku yang tidak mengandung cahaya matahari menyebabkan seluruh badanku terasa sakit, kepala terasa pusing, hati, apalagi, jangan ditanya.
Dari subuh itulah aku meniatkan diri untuk tidak setoran di pagi hari. "Tilawah aja lah yang banyak, biar sakitnya sembuh dulu," karena biasanya, seperti bulan- bulan sebelumnya, setiap galau, sakit hati, marah, dan teman- temanya. Hanya satu obatnya, "memperbanyak tilwah Al- Qur'an yang pernah dihafal."
pagi itu aku hanya memperbanyak tilawah, walaupun diteriakin untuk setoran, aku hanya tersenyum dan mengambil sikap masa bodo, "nanti aja ya teh, lagi gak mood."
Setelah itu terlihat matahari pagi menyoroti tempat dimana santriwati menghafal Qur'an. "Alhamdulilaaaah ya Allah nemu matahari seger juga," ucapku kala itu.
Dengan izin Allah, sakit kepalaku hilang, badanpun terasa ringan kembali. Alhamdulilah Ya Allah batinku saat itu juga.
"Tilawah Qur'an," dulu aku menyepelekannya. Bagiku, yang penting menghafal, lalu memurajaah qur'an, itu sudah cukup. Ternyata aku keliru.
Enam bulan yang lalu, ada salah satu ustadz ceramah di salah satu masjid, beliau mengatakan, "ruhani kita yang sakit itu akan sembuh dengan apa yang pernah kita lakukan. Contohnya, ada orang yang sembuh ruhaninya,setelah membaca dzikir 100 kali, ada juga yang mesti 1000 kali, atau lebih. Namun berbeda dengan orang yang pernah menghafal qur'an. Mau beribu- ribu kali pun membaca dzikir seperti masih ada yang janggal, kalau belum memperbanyak tilawah. Orang yang pernah menghafal quran, tidak bisa hanya tilawah setengah juz, apalagi hanya dua halaman. Ya jika ingin tenang ruhaninya minimal dua juz, dan lebih baik 5 juz setiap harinya, baru itu hatinya akan tentram, adem, nyaman, dan bahagia.
Dari situlah aku sadar, betapa selama ini aku sering menghindar dari qur'an. Dikatakan menghindar karena aku Menghafal asal menghafal, yang penting bisa setoran pada ustadz atau ustadzah. Parah emang, hanya menggugurkan kewajiban doang.
Jangan dicontoh ya....
Di Pondok pesantren Husnul Khotimah, kurang lebih sudah lima juz dari belakang yang kuhafalkan. Diciputat sekitar.... segitulah yang kuhafalkan. Sedangkan disini.... ya segitu. Aku sadar, betapa bodohnya aku ketika hati sedang tidak tentram, minta bantuan pada orang lain, ketika sedang galau, minta dicarikan solusi, padahal dalam diri sendiri sudah ada solusi yang lebih dahsyat, ialah kembali pada Qur'an.
Terima kasih yang sudah membaca hingga akhir. Aku menulis tulisan ini bukan berarti aku sudah benar. Namun tulisan ini hanya sebagai teguran semata untuk diri aku sendiri.
Terima kasih sekali lagi, see you next time.